Senin, 20 Juli 2009

Profil 3 Kecamatan di Wilayah Minteng

KECAMATAN TOMPASO


KONDISI FISIK DAN WILAYAH

Letak : Bagian Selatan Kabupaten Minahasa

Ibukota Kecamatan : Desa Liba

Batas-Batas Wilayah : - Bagian Utara : Kawangkoan

- Bagian Timur : Langowan Barat dan Remboken

- Bagian selatan : Langowan Barat

- Bagian Barat : Kawangkoan

Luas Wilayah : 30,20 Km2



Foto : Koleksi Pinawetengan Muda

(http://pinawetengan-muda.blogspot.com/2009/03/foto-tua-dari-watu-pinawetengan.html)


DESA :

- Tolok

- Pinabetengan

- Tonsewer

- Toure

- Kamanga

- Tember

- Liba

- Sendangan

- Talikuran

- Tompaso II

- Tempok

PENGGUNAAN LAHAN

Umumnya digunakan sebagai lahan pertanian dengan luas kurang lebih 5000 Hektar yang ditanami Jagung, Padi Sawah, Sayuran, dan kacang-kacangan), selain itu digunakan sebagai lahan untuk peternakan, kawasan lindung dan pemukiman

KEADAAN TANAH ,TOPOGRAFI, KETINGGIAN

Jenis tanah adalah Reyosol dengan pH 5-7, terletak pada ketinggian 600-1000 dari permukaan laut. Umumnya wilayah kecamatan tompaso mempunyai topografi wilayah datar sampai dengan landai

JUMLAH DESA MENURUT GEOGRAFIS

Pantai : -

Lembah : -

Lereng/Punggung Bukit : -

Dataran : 11

TOPOGRAFI

Dataran Tinggi : 11

Dataran Rendah :

KEADAAN PENDUDUK

Jumlah Penduduk : 13.672 (tahun 2003)

Angkatan Kerja : 8.736

Pertumbuhan Penduduk : 4,81

Kepadatan : 504 /km2

POTENSI DAN PELUANG INVESTASI

Tambang :

Komoditi tambang yang ada adalah Kaolin yang terletak di daerah Batukulo, dimana peluang investasinya adalah penambangan

TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN:

Jagung :

Terletak di hampir semua desa, status pengelolaan adalah tanah merupakan hak milik masyarakat, pengembangannya dengan pola kemitraan. Peluang investasi yang dapat dikembangkan adalah Pabrik Makanan ternak, pengolahan jagung dan minyak jagung

Kacang merah :

Lokasinya disemua desa yang ada, pengembangannya diarahkan pada pola kemitraan. Peluang investasi adalah industri makanan

PETERNAKAN

Peternakan Babi dan sapi Potong :

Usaha yang ada sekarang adalah usaha Rumah Tangga. Peluang investasi adalah peternakan, cut-up and packaging serta pemasaran antar pulau dan pengemukan

Kuda Pacu :

merupakan usaha rumah tangga dan perorangan, peluang investasi yang diharapkan adalah breeding

INFRASTRUKTUR

Air Bersih, peluang investasi yang diharapkan adalah pembangunan dan pengelolaan oleh pihak swasta bekerjasama dengan Pemerintah kabupaten Minahasa dalam bentuk kerjasama operasi.

Perumahan, Investasi yang diharapkan adalah pembangunan perumahan oleh pihak swasta khususnya Rumah sederhana dan Sangat Sederhana dengan skala usaha menengah atau sedang.




KECAMATAN KAWANGKOAN


Kecamatan Kawangkoan yang terletak tepat di tengah-tengah Wilayah Minahasa identik dengan Kacang sangrai dan Biapaong sehingga dikenal dengan "Kota Kacang". Kecamatan Kawangkoan yang beribukota di Kota kawangkoan, yang merupakan pusat transit dari semua kota yang ada disekitar kecamatan kawangkoan.

Luas wilayah Kecamatan Kawangkoan adalah 43,10 km2 atau 4,21% dari luas Kabupaten Minahasa.

Kecamatan kawangkoan sebagaimana dengan kecamatan lain yang ada di Kabupaten Minahasa memiliki dua musim yaitu musim kering dan musim hujan. Rata-rata jumlah hari hujan pada musim hujan (nopember-April) yaitu 23 hari hujan dengan rata-rata curah hujan 244,53 mm dalam sebulan dan pada musim kering kurang dari 13 hari hujan dengan rata-rata curah hujan 177,53 mm dalam sebulan. Temperatur udara absolute maksimum per bulan 93,93% dan rata-rata kelembapan minimum per bulan 80,50%.

Kecamatan Kawangkoan terletak pada ketinggian 400-800 dpl dengan keadaan topografi datar sampai dengan miring. Jenis tanah yang mendominasi adalah Reyosol dan andosol dengan pH 4,5 - 7,5.

Penggunaan lahan sebagian besar didominasi oleh pertanian (7.000 Ha) yang ditanami jagung, sayuran, kacang-kacangan, padi sawah, cengkih, kopi. Selain itu lahan digunakan untuk peternakan, kawasan lindung dan pemukiman.

Jumlah penduduk pada Tahun 2003 adalah 26.335 jiwa dengan pertumbuhan 4,81%. Perkiraan angkatan kerja adalah 16.811. Adapun kepadatan penduduknya adalah 613 jiwa/km3.

Kecamatan Kawangkoan terdiri dari 4 kelurahan dan 9 desa.

(Foto: www.traveljournals.net)

KELURAHAN :

-Sendangan

-Kinali

-Uner

-Talikuran

DESA :

-Kanonang Satu

-Kanonang Dua

-Kiawa satu

-Kiawa Dua

-Tondegesan

-Kayuuwi

-Tombasian atas

-Tombasian bawah

-Ranolambot

Kecamatan kawangkoan didukung oleh fasilitas pendukung yang cukup memadai seperti fasilitas pendidikan yang mana untuk Taman Kanak-kanak dan sekolah dasar tersebar disemua desa dan kelurahan, untuk SMP sebanyak 6 buah, SMU 2 buah dan SMK 1 buah.

Prasarana dan Sarana Kesehatan yang ada adalah Puskesmas 1 Buah, BKIA 3 buah, dan untuk Dokter Praktek tersebar di Pusat Kota kawangkoan. Untuk tempat-tempat pelayanan kesehatan lainnya seperti Posyandu atau lainnya tersebar di semua desa dan kelurahan.

Selain fasilitas tersebut, Kecamatan kawangkoan didukung oleh Pusat Pertokoan, Pasar Tradisional, Pasar Hewan, Terminal Bus dan angkutan .

Pasar Hewan yang ada di Kawangkoan merupakan barometer pasar hewan yang ada di Propinsi Sulawesi Utara, hal ini karena pasar hewan tersebut menjadi ajang pertemuan para pedagang hewan khususnya Sapi dan Kuda yang ada di Propinsi Sulawesi Utara.

Kecamatan Kawangkoan juga terkenal dengan objek-objek wisata yang ada seperti Bukit Kasih Kanonang, Gua jepang yang terletak di Kiawa dan sendangan, Air panas alam kinali, air terjun kiawa dan pemandangan agrowisata yang tersebar di beberapa desa.

POTENSI INVESTASI:

Tambang Kaolin yang berada di Kanonang

Tanaman Pangan : jagung dan Kacang Merah

Peternakan : Babi, sapi Potong, Kuda pacu, Ayam Buras dan Ras.

Pengembangan objek wisata : Pengembangan fasilitas wisata di Bukit Kasih Kanonang dan Air Panas Kinali

Infrastruktur : Pengembangan pasar Tradisional, Pertokoan (pusat Perbelanjaan), pengelolaan terminal, air bersih dan perumahan.


KECAMATAN SONDER

Kecamatan Sonder merupakan kecamatan yang dikenal dengan perkebunan cengkih yang tersebar hampir disemua wilayah kecamatan dengan ibukota Kecamatan Kota Sonder.

Luas wilayah Kecamatan Sonder adalah 46,80 km2 atau 4,57% dari luas Kabupaten Minahasa.

Kecamatan Sonder sebagaimana dengan kecamatan lain yang ada di Kabupaten Minahasa memiliki dua musim yaitu musim kering dan musim hujan. Rata-rata jumlah hari hujan pada musim hujan (nopember-April) yaitu 23 hari hujan dengan rata-rata curah hujan 244,53 mm dalam sebulan dan pada musim kering kurang dari 13 hari hujan dengan rata-rata curah hujan 177,53 mm dalam sebulan. Temperatur udara absolute maksimum per bulan 93,93% dan rata-rata kelembapan minimum per bulan 80,50%.

Kecamatan Sonder terletak pada ketinggian 300-700 dpl dengan keadaan topografi datar sampai dengan curam. Jenis tanah yang mendominasi adalah Latosol dengan pH 4 - 7,5.

Penggunaan lahan sebagian besar didominasi oleh pertanian (5.500 Ha) yang ditanami jagung, sayuran, kacang-kacangan, padi sawah, cengkih, kopi, kelapa, vanili dan kakao. Selain itu lahan digunakan untuk peternakan dan pemukiman.

Jumlah penduduk pada Tahun 2003 adalah 17.950 jiwa dengan pertumbuhan 7.17%. Perkiraan angkatan kerja adalah 11.673.

DESA:

-Leilem

-Kolongan Atas

-Sendangan

-Tounelet

-Talikuran

-Kauneran

-Tincep

-Timbukar

-Rambunan

-Sawangan

Kecamatan Sonder didukung oleh fasilitas pendukung yang cukup memadai seperti fasilitas pendidikan yang mana untuk Taman Kanak-kanak dan sekolah dasar tersebar disemua desa dan kelurahan, untuk SMP sebanyak 3 buah, SMU 1 buah dan SMK 1 buah.

Prasarana dan Sarana Kesehatan yang ada adalah Rumah Sakit Siloam, Puskesmas 1 Buah, Puskesmas Pembantu 2 buah dan untuk Dokter Praktek tersebar di Pusat Kota kawangkoan. Untuk tempat-tempat pelayanan kesehatan lainnya seperti Posyandu atau lainnya tersebar di semua desa dan kelurahan.

Selain fasilitas tersebut, Kecamatan Sonder didukung oleh Pusat Pertokoan, Pasar Tradisional, Pasar Terminal Bus dan angkutan .

Kecamatan Sonder juga terkenal dengan objek-objek wisata yang ada seperti Rafting di Sungai Minanga, Wisata alam di Desa Tincep

(Foto: www.traveljournals.net)


POTENSI INVESTASI :

Tambang : Obsidian yang berada di Desa Leilem, Energi Listrik Tenaga Mikro di Desa Tincep

Tanaman Pangan dan Perkebunan: jagung dan cengkih

Peternakan : Babi, sapi Potong, Ayam Buras dan Ras.

Budidaya ikan air Tawar :Mas, Nila, Kodok

Pengembangan objek wisata : Pengembangan fasilitas wisata di desa tincep

Infrastruktur : Pengembangan pasar Tradisional, Pertokoan (pusat Perbelanjaan), pengelolaan terminal, air bersih dan perumahan.terminal, air bersih dan perumahan.

Sabtu, 04 Juli 2009

Mengapa Minteng Sampai Kini Belum Mekar?

Catatan : John Manembu (Tokoh Pemuda Minteng)

Segudang potensi yang dimiliki sampai kini belum juga berhasil membawa Minahasa Tengah mengapai cita-cita pemekaran. Tanda-tanya besar pun menyeruak, kenapa berdirinya kabupaten Minteng belum dapat terealisasi? Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai kendala antara lain; daerah ini belum memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam PP 78 tahun 2007 tentang Pemekaran Wilayah, dan undang-undang no 32 thn 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 5 yang menyebutkan sebuah Kabupaten harus mempunyai minimal 5 kecamatan. Tiga kecamatan yang ada di Minteng yakni kecamatan Tompaso, Kawangkoan, dan Sonder jelas belum mampu memenuhi syarat tersebut. Namun demikian, upaya-upaya untuk membawa Minteng dapat dilayakkan sebagaimana keharusan dalam udang-undang tersebut, terus dilakukan, seiring wacana pemekaran kecamatan Kawangkoan menjadi tiga Kecamatan yang sementara berproses.

Namun, kendala lain yang menjadi awal mula tersendat berdirinya Minteng sebagai daerah otonom, yakni tidak adanya itikad baik dari Pemkab dan DPRD Minahasa pasca peralihan jabatan Bupati dari Drs Dolfie Tanor kepada Drs Stevanus Vreeke Runtu.

Mengapa?

Pada awal pemerintahannya Bung Vreeke mengeluarkan Statement bahwa belum akan ada pemekaran di wilayah Kabupaten Minahasa. Ini secara otomatis menjadi sulit secara politis bagi ‘Minteng’ untuk mendapatkan rekomendasi dari Bupati. Alhasil, geliat perjuangan pemekaran Minteng terhenti hampir selama pemerintahan SVR (sapaan beken Bung Vreeke). Barulah pada saat menjelang akhir masa jabatannya pada periode yang pertama, Bung Vreeke Runtu mulai mengkampanyekan bahwa pihaknya menyetujui dan akan merekomendasikan berdirinya kabupaten Minteng bila segala hal yang disyaratkan undang-undang sudah terpenuhi.

Wacana ini diduga kuat didengungkan untuk mendapat perhatian warga Minteng yang tak lain untuk mendobrak perolehan suara yang bersangkutan pada Suksesi Bupati akhir tahun 2007 lalu. Kendala lain juga adalah politik skeptisisme yang berkembang atau sengaja dikembangkan di lingkup masyarakat Minteng sendiri yang mengangap wacana pemekaran ini sangat sulit untuk diwujudkan.

Ini lebih diperparah dengan pernyataan beberapa oknum di salah satu kecamatan yang mengisyaratkan bahwa lebih mudah untuk bergabung dengan Langowan untuk menjadi sebuah Kota, daripada berjuang memekarkan Minteng.

Perlu ditegaskan, hasrat dari warga Minteng untuk merealisasikan kabupaten Minahasa Tengah sesungguhnya sudah bulat. Hal ini dikarenakan selama ini, warga Minteng selalu merasa dianak tirikan dari kacamata pembangunan oleh Pemkab Minahasa. Warga Minteng menginginkan untuk menjadi subjek pemerintahan di daerahnya dan bukan menjadi objek seperti yang terjadi selama ini.

Hendaknya semua pihak harus memahami keinginan masyarakat menjadikan daerahnya otonom. Tekad ini bukan hanya menjadi kehendak tetapi perjuangan untuk merealisasikannya kedepan.

Minahasa Tengah? Why Not!!!


Catatan : John Manembu (Tokoh Pemuda Minteng)

Eforia pemilihan Kepala Daerah di beberapa kabupaten dan kota di Sulawesi Utara beberapa waktu lalu masih terasa segar di ingatan kita. Pertarungan para kandidat untuk menjadi pemimpin pertama pilihan rakyat mewarnai sistem demokrasi di daerah (kabupaten/kota) otonom yang belum lama terbentuk hasil pemekaran daerah induk sebelumnya. Sebut saja Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) dan kabupaten Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) yang belu lama menyelesaikan tahapan pilkada memilih Bupati dan Wakil Bupati yang baru, serta daerah lainnya seperti Kota Kotamobagu (KK), Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) dan Minahasa Tenggara (Mitra).

Sebelumnya daerah hasil pemekaran kabupaten Minahasa beberapa tahun lalu telah melalui tahapan Pilkada dan sudah memiliki pemerintahan definitif, seperti kabupaten Minsel, Minut, dan Kota Tomohon.

Pemekaran daerah-daerah tersebut tak dapat disangkal merupakan buah keinginan masyarakat dengan latar belakang sejarah, geografis dan kultur, serta alasan administratif yang direspon dengan baik oleh pemerintah kabupaten dan DPRD. Selain memang juga dinilai telah memenuhi syarat sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang untuk ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Ketiga daerah tersebut patut berterima kasih kepada Drs Dolfie Tanor (Alm) yang menjabat sebagai Bupati Minahasa kala itu, yang merekomendasikan pemekaran wilayahnya.

Nah, bagaimana dengan Minahasa Tengah (Minteng)? Yang gaungnya sudah lama didengungkan, malahan hampin bersamaan dengan gaung pemekaran Minsel, Minut, dan Kota Tomohon berkumandang?

Berdirinya kabupaten Minsel, Minut, dan Kota Tomohon, waktu itu kian membangkitkan spirit para tokoh masyarakat, politisi, aktifis berbagai organisasi serta elemen masyarakat lainnya di kecamatan Sonder, Kawangkoan, Tompaso, dan Langowan. untuk kemudian segera mengambil langkah guna membentuk Kabupaten Minteng. Sayang, belakangan kecamatan Langowan yang sebelumnya turut mendukung terbentuknya kabupaten Minteng dengan alasan tersendiri beralih untuk membentuk daerah sendiri yaitu kota Langowan yang persiapanya kini memasuki tahapan puncak.

Di balik itu, sesungguhnya apakah cita-cita Minteng menjadi daerah otonom terlalu berlebihan?

Klaim masyarakat Minahasa Tengah sesungguhnya sangatlah layak dari berbagai kacamata penilaian, termasuk factor geografis dan sejarah. Minteng yang terdiri dari kecamatan Tompaso, Kawangkoan, dan Sonder, berkedudukan tepat berada di tengah tanah Toar- Lumimuut Minahasa. Sejarah juga menunjukkan bahwa prasasti Watu Pinawetengan yang terletak di wilayah kecamatan Tompaso adalah tempat pertemuan para leluhur Minahasa beberapa abad lalu dalam rangka penyatuan tekad dan kebersamaan Tou Minaesa, bermufakat membagi wilayah Minahasa berdasarkan 9 suku dan bahasa tanpa meninggalkan keesaan sebagai sesama Tou Minahasa.

Berdasarkan kajian singkat di atas tak bias dipungkiri masyarakat di tiga kecamatan tersebut adalah sub-etnis Tontemboan yang tersisa dari sebagian basar etnis tontemboan yang sudah lebih dahulu membentuk Kabupaten Minsel. Keeratan etnis dan bahasa membuat warga Minteng berkomitmen untuk memisahkan diri dari Minahasa dan membentuk daerah otonom dengan pemerintahan sendiri.

Selain itu, wilayah Minteng sesungguhnya memiliki potensi yang sangat luar biasa di sejumlah sektor. Sejumlah kawasan di wilayah Minteng menyimpan potensi parawisata yang sangat besar dengan mengusung nilai-nilai budaya dan sejarah yang kental. Goa Jepang di Kawangkoan dan Kiawa, Watu Pinawetengan, serta sejumlah objek wisata lainnya sangat memungkinkan Minteng untuk dikembangkan menjadi kawasan tujuan wisata. Hal itu dipertegas dengan keberadaan objek Wisata Bukit Kasih, yang kini jadi salah satu ikon parawisata Sulut.

Di bidang lainnya, wilayah Minteng juga dikenal dengan kontribusinya yang sangat besar di sektor pertanian dan peternakan. Kecamatan Tompaso dan Kawangkoan dikenal luas sebagai daerah yang termasuk sentra produksi pertanian di Minahasa, dengan berbagai komoditi unggulan di antaranya Brenebon, dan Kacang Tanah. Sementara peternakan kuda pacu selain sapi, yang ada di kawasan tersebut malah sempat melambungkan nama Sulut di kancah nasional dan internasional, yang dipertegas dengan keberadaan gelanggang pacuan kuda Maesa Tompaso dimana berbagai agenda lokal maupun nasional pernah dihentak. Sementara, Kecamatan Sonder juga menyimpan potensi di bidang-bidang tersebut. Pembiakan tanaman hias di Desa Tincep, malahan disebut-sebut daerah industri bunga pertama di Sulut, selain Kota Tomohon tentunya. Begitu pula potensi peternakan babi dan pembiakan ikan air tawar yang ada di Sonder yang pengelolaannya dilakukan masyarakat setempat secara profesional.

Masih begitu banyak alasan yang pantas dikedepankan untuk pembenaran mengapa niat warga Minteng untuk dimekarkan begitu menggebu. Dan yang pasti, alasan-alasan tersebut harus dijadikan pecut bagi segenap elemen masyarakat untuk terus memperjuangkan aspirasi pemekaran. So, Minahasa Tengah? Why Not!!!

Jumat, 03 Juli 2009

Buah Manis Pahit Otonomi Daerah


Catatan : Rio R Rumagit

Pasca jatuhnya rezim orde baru yang kemudian digantikan era reformasi, Mei tahun 1998 benar-benar membuka gerbang kebebasan aspirasi masyarakat. Apalagi setelah pemerintah pusat dengan legowo merestui pemberlakuan otonomi daerah, atas desakan masyarakat luar pulau jawa yang gencar menyerukan keinginan untuk ‘merdeka’ dari sentralisasi pembangunan. Kaum intelektual di daerah dengan jeli kemudian memanfaatkan moment tersebut untuk berlomba-lomba ‘memerdekakan’ daerahnya masing-masing dengan pemekaran wilayah yang begitu dimungkinkan. Bisa ditebak, dalam waktu singkat jumlah wilayah Kabupaten, Kota, bahkan Propinsi di Nusantara ini bertambah secara signifikan.
Di bumi Nyiur Melambai sendiri sampai sekarang tercatat sudah 7 Kabupaten Kota baru hasil pemekaran yang sudah eksis, setelah sebelumnya Kabupaten Gorontalo memilih ‘bercerai’ dengan Sulut dan secara otomatis menghapus sebutan Bohusami yang telah melekat melekat lama hingga Gorontalo resmi menjadi Propinsi. Ketujuh daerah baru di wilayah Sulut tersebut Masing-masing, Minahasa Selatan, Tomohon, dan Minahasa Utara yang lebih dahulu dimekarkan. Selanjutnya, Minahasa Tenggara menyusul bersamaan dengan pemekaran Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) di wilayah Nusa Utara, serta Boltim, Bolmut, dan Kota Kotamobagu di bumi Totabuan. Hal ini menegaskan kuatnya keinginan dari seluruh elemen di masing-masing daerah tersebut untuk mandiri membangun wilayahnya sendiri.
Tak bisa dipungkiri, salah satu latar belakang utama pemekaran dari daerah-daerah tersebut adalah aspirasi masyarakatnya sendiri yang menginginkan perubahan. Hal ini sangat wajar jika melihat kondisi wilayah-wilayah tersebut saat masih tergabung dengan daerah induknya. Minimnya pembangunan, serta jauhnya jangkauan menyebabkan daerah-daerah tersebut relatif lebih tertinggal dibanding dengan daerah lainnya di wilayah Kabupaten yang sama waktu itu. Meski demikian, kenyataan itu juga sangat wajar terjadi mengingat luasnya wilayah sebelum pemekaran tak sebanding dengan anggaran pembangunan yakni DAU dan DAK yang tak mampu menjembatani pemerataan pembangunan di seluruh pelosok wilayah. Contohnya sewaktu Toar-Lumimuut Minahasa masih belum dimekarkan. Praktis, wilayah Minsel, Mitra, Minut, dan Kota Tomohon begitu sulit tersentuh pembangunan memadai. Hal ini dikarenakan anggaran pembangunan saat itu yang tak relevan membiayai wilayah Minahasa yang jika dibandingkan setara dengan luas wilayah propinsi di daerah jawa. Alhasil, pembangunan lebih terpusat di kawasan yang dekat dengan pusat pemerintahan.
Saat ini, daerah Kabupaten Kota baru hasil pemekaran secara fisik telah mengalami perubahan yang menggembirakan. Berbagai infrastruktur penunjang tampak lebih baik dari sebelumnya. Ini tak mengejutkan, karena memang akumulasi anggaran pembangunan baik yang disedot dari pusat berupa DAU dan DAK, maupun Pendapatan Asli Daerah (PAD), dapat dikatakan cukup, apalagi untuk wilayah yang lebih kecil seperti Kota Tomohon. Akselerasi pembangunan di beberapa Beberapa daerah baru bahkan melejit sehingga memberi perubahan mencolok dengan kondisi saat belum dimekarkan. Hal ini jelas memberi tamparan keras bagi para ‘kritikus’ yang selalu menampatkan diri menentang asprasi pemekaran di awal bergulirnya otonomi daerah.
Meski begitu, riak-riak kritis bernada tak puas kerap muncul mewarnai perjalanan pemerintahan di daerah-daerah baru tersebut. Ini bukan tak beralasan. Terbukti sejumlah pejabat di beberapa daerah baru terjerat permasalahan hukum seiring berbagai dugaan penyimpangan yang terjadi dalam pengelolaan uang Negara. Itu bisa jadi merupakan konsekuensi mengingat sejumlah top eksekutif hasil didikan lembaga politik di beberapa daerah baru tersebut terbilang masih ‘hijau’ di blantika birokrasi, yang rawan penyimpangan. Bisa dikatakan, demikianlah proses yang harus dilalui menuju pemerintahan dan masyarakat yang lebih dewasa dan terbuka.
Adanya pro kontra pemekaran wilayah bisa diterima dengan kajian-kajian seperti itu. Meski demikian, secercah asa untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat bisa jadi sedikit terbuka dengannya. Namun catatan kritis yang harus diperhatikan dalam manifestasi pemekaran tersebut ialah, para pemimpin yang dipilih haruslah figur-figur yang benar-benar mampu menampik segala bentuk godaan penyimpangan, mengingat akselerasi anggaran pembangunan seiring bertambahnya jumlah DAU dan DAK. Yang pasti, pemekaran wilayah adalah buah pemikiran intelektual dan aspirasi masyarakat yang terbuka dan meninginkan perubahan baik pemerataan pembangunan, peningkatan kesejahteraan, serta keterjangkauan. ###

Kamis, 02 Juli 2009

Forum Diskusi Terbuka Menuju Minahasa Tengah (Minteng)

Suatu sasaran yang terlihat begitu mudah, seringkali sulit digapai...
Seringkali hal itu diakibatkan bukan karena kita tak mampu, tapi tidak ingin...
Seringkali pula, ketidak-inginan itu lahir akibat egoisme dan eksklusifisme individual atau kelompok...
Dan imbasnya, bukan hanya dirasakan individu atau kelompok, tetapi segenap bilangan yang termasuk dalam ekses sasaran itu...

Ironisnya, sasaran itu kadang bertujuan untuk peningkatan kualitas hidup...

Minahasa Tengah (Minteng) adalah contoh, dimana sebuah sasaran yang bertujuan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang belum mampu dicapai akibat egoisme dan eksklusifisme individu dan kelompok, yang imbasnya kini dirasakan seluruh masyarakat...

Jalan di tempat, dan tertinggal dengan daerah lain yang lebih berani menepis egoisme dan eksklusifisme individu maupun kelompok....